Bali 1 Januari,2021; Tahun 2020 adalah tahun tersulit sepanjang sejarah yang dirasa oleh Perempuan di Bali, Kehidupan yang ditopang dengan Industri Pariwisata membuat Perempuan Bali banyak kehilangan Penghasilan. Tak terkecuali nasib Para Petani Perempuan di Bali dimana mereka mengalami hantaman dan cobaan yang begitu berat ketika hasil tani mereka tak terjual akibat pandemi.
Di awal masa Pandemi terjadi, Para Petani yang terbiasa menanam sayuran yang biasa disuplay ke hotel dan Restaurant membuat mereka harus menerima kenyataan bahwa tanaman sayur dan buah yang mereka tanam hasilnya tidak akan bisa dijual ke konsument seperti biasa. Mereka kemudian beralih bertani sayuran lokal saja. Namun apa yang terjadi ketika setiap keluarga kemudian menanam sayur di setiap pekarangan rumahnya? Konsument satu-satunya yang masih tersisa hanyalah masyarakat perkotaan dan Masyarakat pinggiran kota. Namun mereka sudah menanam sendiri sayuran untuk mereka tanam dan konsumsi sendiri.
Apakah Para Petani Perempuan Bali putus asa? Tentu tidak. mereka terus bertani, karena bertani adalah hidup mereka. Dengan berbagai cara mereka lakukan agar hasil tani mereka bisa terjual. Bahkan mereka rela mernjual rugi hasil pertanian mereka. Dan Para Perempuan yang menjadi buruh tani juga mengalami penghasilan yang menurun drastis akibat sang pemilik kebun tak mampu mempekerjakan mereka seperti semula.
Bercermin dari mental Perempuan Tani Bali, bahwa mereka tak pernah putus asa, mereka tetap melakoninya walau mengalami jatuh bangun. Mereka nampak biasa-biasa saja, mereka tak beralih profesi mereka tetap konsisten. Berharap semoga kita mampu sekuat Petani Perempuan di Bali. Kita tak ingin mereka berhenti bertani karena masih banyak yang sangat membutuhkan mereka tetap melakukan aktivitasnya untuk bertani. (TT)